Monday, November 24, 2014

Wageningen Neighborhood

Di episode ke-4 Wageningen Challenge yang sumpah bikin ngakak, ada pertanyaan kategori nama-nama tempat di Wageningen. Kalau Number 3 dan Zodiac udah tau dong kayak gimana dari postingan sebelumnya. Nah mari kita bahas Emmaus dan Toko Indrani di postingan ini.

Wageningen itu kota kecil.

Saking kecilnya sampe sering dibilang desa dibandingkan kota. Cukup 3-4 jam buat ngelilingin kotanya naik sepeda. Pusat kotanya atau yang disebut Centrum cuma sepanjang pandangan mata. Seperti di kota-kota Belanda lainnya, Centrum biasanya berisi pertokoan, bar/restoran, bioskop, gereja dan kantor walikota. Salah dua pertokoan yang ada namanya Emmaus dan Indrani.

Emmaus itu toko barang second favorit mahasiswa internasional. Letaknya di belakang kantor walikota. Barang2 mulai dari furniture, alat dapur, perkakas listrik, sepeda, ampe buku bisa ditemukan di sana. Bagus atau nggaknya untung2an, biasanya lebih awal kita datang kemungkinan dapetin barang bagus lebih tinggi. Gw sendiri dapet microwave yang lumayan bagus dan keliatan masih baru dengan harga hanya 20 euro aja.

Ga boleh bawa ikan, bau! (pic credit: here)
Emmaus cuma buka hari Rabu dan Sabtu aja. Kenapa? Karena Rabu dan Sabtu tuh hari Open Market di Wageningen, jadi orang yang dateng ke Centrum lebih banyak.

Ga jauh dari Emmaus, ada toko yang jual bahan makanan asia (dan aprika) namanya Toko Indrani. Pengen beli sambel? Indomie? Teh sosro kotak? Sayur Kangkung? Gambas? Kecap cap B*ng*? Ada semua di sini. Bahan makanan Indonesia lumayan lengkap, makleum yang beli juga banyak. Jangan konversiin harganya dari Euro ke Rupiah, pastinya bakal lebih mahal dari yang di Indonesia (ya menurut ngana...). Selain itu ada juga bahan makanan Cina, Jepang, Korea, Thailand, Vietnam, dan masih banyak lagi.

Toko Indrani
Selain dua toko di atas, masih banyak toko-toko lainnya. Untuk yang di jalan utama Centrum, biasanya banyak diisi toko baju. Semacem HEMA, Blokker, Kruidvat, Etos, dll. Jadi pas di episode itu cchocomint nanya: deket HEMA? deket Blokker? deket Kruidvat?? Lha wong itu toko sebelah-sebelahan! Kalo deket ma HEMA ya otomotis deket blokker, etos and kruidvat juga *ngakak guling2*

Tuh yang ijo sebelah kiri tuh HEMA Di sampingnya Etos. Di sampingnya lagi Blokker (plang oren) 
Nah, kalo untuk supermarket adanya ga di sepanjang jalan utama Centrum, tapi di sekitarannya semacem Action, AH (Albert Heijn), dan Lidl. Supermarket favorit gw tuh Lidl soalnya murah meriah harga bahan2 makanannya. Pun sebelahnya toko daging halal bernama Zam Zam. Kalo Action lebih ke supermarket barang (bukan bahan makanan). Barang2 yang dijual di Action ada yang normal maupun abnormal semisal sticker lipstick bermotif.

Siap ikut pesta topeng. Sticker lipstick, kumis, dan topeng semua beli di Action. 
Foto di atas kayaknya bakal menurunkan pasaran.....

Eniwei, setelah episode itu tayang, lumayan menuai banyak komentar. Terutama untuk si peng-iya-tidak-bisa-jadi, Teh Dewi. Sejak kapan Pashmina jadi alat sekolah??? Tapi yang paling parah adalah pas bagian Kaasbroodje.

cchocomint: "makanan Belanda?"
Teh Dewi: "iya"
cchocomint: "roti?"
Teh Dewi: "tidak"
cchocomint: "keju?"
Teh Dewi: "tidak"
cchocomint: "dimasak?"
Teh Dewi: "bisa jadi"
cchocomint: "salad?" (serius, sejak kapan salad di masak? lol)

Okeh, kaas = keju, brood = roti. Kenapa Teh Dewi malah jawab tidak???? Menurut pembelaan si teteh, katanya Kaasbroodje mah kue bukan roti. Mari kita lihat seperti apa penampakan kaasbroodje:

Kaasbroodje. Ukuran sekitar 5x15 cm. Semacam pastry.
Silahkan pemirsah yang menilai, apakah dari penampakannya Kaasbroodje masuk ke kategori roti atau kue?

-sakana-












Friday, November 14, 2014

The Wageningen Challenge #4 - Wageningen Pintar Eat Bulaga

Tantangan yang ini terinspirasi dari salah satu acara tv bertajuk Indonesia Pintar Eat Bulaga. Awalnya gw sering liat di time line twitter kalau sedikit-sedikit mereka tulis,’BISA JADEEEE.’ Ih, ini apaan sik? Atas nama  FOMO *hyeukkk*, dicari tahu apa sih yang bikin mereka sedikit-sedikit ngetwit absurd kayak gitu. Akhirnya gw menemukan salah satu video Indonesia Pintar Eat Bulaga. Gw masih inget lho, kalau ngga salah itu Jumat tengah malam menjelang Sabtu dini hari gw nontonin video itu sampai ngakak jengkang. Setelah itu, gw asih tahu Teh Dewi dong acara tersebut. Nggak tahu kenapa ya, tidap ada video/tulisan (blog/artikel, dsb) yang alay-kampring-kampret-garing gimana gitu, gw tuh cenderung ngasih tahu Teh Dewi dan biasanya Teh Dewi meneruskan ke si Sakana. Begitulah adanya. Nah, inspirasi awal dari Wagenigen Challenge pada saat itu adalah video yang satu ini:



Edan dong, itu peserta udah kayak kesurupan. Semoga pita suaranya baik-baik saja. Amen.

Lalu tercetuslah untuk bikin Wageningen Pintar Eat Bulaga. Dengan dibantu mahasiswa stress lainnya di Wageningen (Nuning, Ayu, Teh Dewi), akhirnya tercipta soal-soal untuk dimainkan saat kuis. Supaya netral, yang bantuin kita untuk teriak ‘IYA,’ ‘BUKAN,’ dan ‘BISA JADEEEE,’ adalah Teh Dewi. Selain sebagai bagian dari The Wageningen Challenge ini pun adalah bukti bahwa mahasiswa S2 itu sama sekali nggak lebih jago dari anak SD. Kalau udah grogi dan dikejar waktu, tetep aja ngaco semua jawabannya, padahal gw udah ngetawain abis-abisan tuh bocah SD, taunya gw sendiri....meh. nggak percaya? Bisa dilihat di video berikut ini:


Dan ternyata  tantangan ini dimenangkan oleh Sakana dengan selisih satu poin. Itu pasti gara-gara pertanyaan-pertanyaan buat gw lebih susah daripada dia. Tidakkkkk!!!!

Lokasi tantangannya kalau nggak salah di kamarnya Nuning. Kenapa? Karena kamarnya selalu rapi jali dan bersih, tak ada debu barang seujung kuku!! Mana lagi kalau terjadi kebrutalan seperti kita makan-makan dan minum-minum di kamanya, kita dilarang cuci piring!!! Horeeee!!! Karena selain pada Tuhan, si Nuning hanya percaya sama dirinya sendiri, kalau orang lain cuci piringnya dia nggak yakin sudah memenuh kaidah mikrobiologi di mana semuanya harus steril.

Selain itu, kenapa dilakukan di Bornsesteeg dan bukan Asserpark adalah adanya undangan makan-makan dari....entah dari siapa. Pokonya ada acara makan-makan hari itu. Biasalah, Bornsesteeg kan pusat tata suryanya mahasiswa Indonesia di sana, nama pun semua mahasiswa tumplek di sana. Asserpark? Da itu mah housing apaan atuh.

Oiya, ngomongin Bornsesteeg sebagai pusat tata suryanya orang Indonesia, housing ini punya ruang serba guna bernama Number 3 di lobinya. Begitu masuk, tengok sebelah kanan ada ruangan lumayan gede dengan layar, meja dan kursi-kursi yang bisa digunakan oleh siapa pun secara gratis asal minta izin dulu sama caretaker di Bornsesteeg. Kadang dipakai untuk acara family gathering (orang mana pun), acara nonton bareng, buka puasa bareng, dan yang paling heitz untuk mahasiswa Indonesia adalah acara karaoke bareng.  

Tuh yang di kanan: Number 3.
Pic from here

Sejarahnya, konon, pada masanya, Number 3 itu merupakan pub. Karena di setiap housing itu emang punya pub. Asserpark, Hoevestein, dan Dijkgraaf pun punya pub yang biasanya buka pada hari tertentu (kalau Asserpark tiap kamis malam, kamu punya pilihan antara main ke pub atau  ngepet!!) atau kalau sedang ada event tertentu. Nah begitu juga dengan Bornsesteeg. Tapi, whisper on the street told me kalau pada suatu hari ditemukan tikus di sekitaran Number 3 tersebut. Artinya apa? berarti jorok dong ya ituh pub sampai bisa ada tikusnya, peristiwa ada kecoak sebiji aja harus lapor caretaker (tetep, di Bornsesteeg tuh ada kecoa. Penghuni Asserpark jumawa!!) dan dilakukan operasi pembersihan kecoa di setiap kamar, gile kan? Karena peristiwa tersebut, maka dilakkan alih fungsi sebagai ruang serba guna untuk siapapun yang mau pakai. Kalau pub kan cenderung penuh barang, jorok, remang-remang. Setelah jadi ruang serba guna jadi lebih lowong karena sedikit barang dan semua yang menggunakan harus membersihkan seperti semula.

Gilak yak, tiap gw cerita kayaknya Bornsesteeg itu tempat yang mengerikan bingits yak?! Hahahahahaha...enggak juga sih, ya kalau lebih senang segala sesuatu terfasilitasi di kamar sendiri dan banyak teman-teman Indonesia, ya tinggalah di sini. Asserpark juga kampret kok, tapi beda tipe kampret sama Bornsesteeg, it's just so Dutch, the kampretness is just so Dutch, nanti kita bicarakan.

-cchocomint-

Saturday, November 1, 2014

Wageningen's dark side: The Suicides

Meskipun gw maupun Sakana nggak pernah ngalamin kejadian spooky di Wageningen, tapi kalau cerita serem sekilas dua kilas sih ada. Biasalah, cerita bunuh diri *enteng aja ngomongnya*. Penyebabnya? Denger-denger sih stress akademis. Maka dari itu, dengan semangat Halloween yang sudah lewat, mari simak kejadian bundir yang terangkum dalam pengetahuan gw:

The Ethiopian 
Kejadian ini lumayan femeus. Terjadi di tahun 2010 kalau nggak salah. Gw dan Sakana belum jadi mahasiswa di sana pada saat itu, tapi cerita ini menyebar kemana-mana. Alkisah seorang mahasiswa pria asal Ethiopia ngambil S2 di Wageningen. Dia tinggal di Bornsesteeg, sama kayak si Sakana (ya gw juga sih, sempet 4 bulan tinggal di sana). Gw lupa lantai berapa. Kabar burung mengatakan kalau ME ini mengalami stress yang lumayanlah, sampai-sampai dia nggak bisa ditinggal sendirian. Harus selalu ada yang nemenin. Akhirnya, teman-teman Ethiopia bergantian nemenin dia sepulang kuliah. Selepas kuliah, begitu masuk kamar pasti ada temen yang nemenin dia. Sampai pada suatu hari, entah kenapa teman senegaranya nggak bisa nemenin dia saat itu, lalu terjadilah peristiwa loncatnya dia dari balkon kamarnya. Bisikan-bisikan halus mengatakan dia jatuh di depan dumpster housing Bornsesteeg dengan kepala ngebentur besi (gw nggak tahu besi macam apa dan nggak berniat nyari tahu) yang ada di tanah, pecah. Hebohlah. Pihak Universitas, selain langsung ngambil tindakan untuk invesitgasi,pun nyediain konseling dari psikolog buat temen-temen yang tinggak satu koridor dengan ME ini, takut pada mengalami trauma. Setelah itu, kamar ME ini disewakan kayak biasa, tapi nggak pernah ada yang betah. Baru bentar, udah sign out. Baru bentar, udah sign out. Terakhir gw tahu, orang Cina nempatin kamar tersebut dan lumayan agak lama, mungkin udah ruwatan. Nah, selain itu gw nggak tahu ini bener apa nggak atau orang-orang cuma pengen nakut-nakutin gw aja, *who knows*, katanya ME ini sering menampakkan wujudnya di lobi bawah Bornseteeg dan orang-orang mengingatkan gw untuk nggak sering pulang malem. Pada saat itu gw memang masih tinggal di sana, gw masih santai menanggapi dengan bilang,’Ah, ya biarin aja, toh aku nggak tahu orangnya, kalau dia muncu paling aku kira mahasiswa biasa.’ Apa jawaban yang gw dapet? ‘Ya nggak gitu juga Ning, munculnya kan dengan kondisi kepala berdarah-darah.’ Kurang ajar.

The Chinese
Mahasiswa Cina. Salah satu housing, sebut saja kontainer Harweeg memiliki konsep kontainer housing *yaiyalah*. Jadi gini, tipe housing ini adalah tipe self contained alias housing yang di tiap kamarnya udah ada dapur dan kamar mandi. Modelnya adalah kontainer yang disusun berdampingan dn bersebrangan membentuk suatu kompleks. Menurut desas-desus, mahasiswa Cina (MC) ini melakukan bunuh diri dengan mengunci diri di dalam kamar terus menggunakan gas. Nah ini gw kurang paham juga sih, entah gas yang untuk dipakai masak atau gas apa. Yang jelas di MC ini ditemukan tewas di kamarnya setelah selang beberapa waktu dari kematiannya, udah mulai bau. Seorang temannya penasaran kenapa MC nggak muncul-muncul, yang kemudian dia putuskan untuk menyambangi dan curiga karena ada bau-bauan. Setelah itu gw nggak tahu apa yang terjadi di Harweeg, karena housing ini letaknya lumayan dari pusat kampus.

The Dutch
Mahasiswa Belanda (MB). Edan ini lumayan bikin heboh. Kejadiannya di Asserpark akhir 2012. Yes, di Asserpark housing gw!!!*babacaan* Kenapa yang ini lumayan bikin heboh? Karena yang bunuh diri mahasiswa Belanda yang kalau dipikir-pikir nggak segila anak internasional. Tetep lho stress akademik. Dia udah lama kuliah tapi belom beres-beres. Normalnya kan di sini, kalau lancar, total studi S1 dan S2 itu 5 tahun, dan entah dia udah S2 tahun ke berapa. Anyway, kejadiannya itu akhir 2012 di mana krisis jiwa raga yang gw alami sedang memuncak akibat tesis *hedann*, it was only two months left to finish everything, gw gila!! Atas nama Tuhan bersama orang-orang yang bekerja keras, gw banyak menghabiskan waktu di perpustakaan. Meskipun di perpustakaan pun gw banyakan nonton video Graham Norton daripada gawe, tapi gw merasa less guilty ketimbang cuma diam di kamar.
Perpustakaan Wageningen itu tutup jam 22.00 di hari biasa, dan gw biasanya pulang pada saat mau tutup. Gedungnya sendiri tutup jam 23.00 atau 23.30 gw lupa. Di hari kejadian itu entah kenapa gw capek bingit luar biasa aku sudah tak sanggup. Sampai housing jam 19 an, gw langsung makan, bebersih, dan bersiap tidur. Sebelum jam 8 gw udah semaput bablas tidur. Keesokan harinya, gw keluar rumah jam 7 pagi, keadaan normal kayak biasa. Sumpah, normal banget. Sampai ruang kerja, biasalah cek-cek imel pagi dan sosmed sampai seorang teman nyamperin dan bilang,’Tadi malem ada yang bunuh diri di Asserpark ya? Gimana ceritanya?’ Gw bengong, pake banget. Semalem nggak denger ribut-ribut apa-apa dan paginya semua normal, nggak ada bekas darah, police line whatsoever. Setelah usut sana-sini, jadi memang malam itu sekitar jam 22 ada seorang yang loncat dari lantai delapan, seorang mahasiswa S2 asal Belanda. Dan udah, gitu thok, gw nggak ngerti prosedur yang dilakukan apa oleh Univ dan kepolisian setempat, tapi yang pasti semuanya rapi banget, seolah-olah nggak ada yang terjadi.
Beberapa hari setelah itu, gw sebagai tenant Asserpark dapat email resmi tentang peristiwa bunuh diri dan melihat kertas yang ditempel di sekitar housing, isinya foto si MB dan surat yang ditulis oleh kakak si MB menyatakan bahwa dia nggak percaya itu terjadi dan kalau ada siapapun yang punya teori/dugaan mengenai apa yang sebenarnya adiknya sedang alami, tolong hubungi dia. Di depan lift housing pun disediakan buku untuk siapapun yang mau menuliskan belasungkawa. Foto MB ada di sudut-sudut kampus dan masuk majalah kampus. Hidup sih berjalan biasa aja setelah kejadin itu, tapi gw aja yang jadi tersugesti hal-hal yang enggak-enggak. Tiap pulang malam yang biasanya parno saat bersepeda, justru parnonya pindah jadi ketika sudah sampai sekitar housing. Ngunci sepeda, lalu jalan cepet menuju lift. Mana pulak lift di housing gw cuma ada dua biji dan yang satu sering rusak, yasalam, nunggu lift jadi saat-saat yang mengerikan. Belum lagi gw tahu mukanya si MB kayak apa, gimana kalau pas lift kebuka yang muncul adalah si MB. Semaput gw. Atau kalau semangat sporty sedang menggelora, kadang gw naik tangga ke kamar gw, gimana kalau pada saat naik, gw papasan sama MB yang notabene dulunya tinggal di lantai 8. Cepirit gw. Tapi sampai sekarang gw masih amazed karena saat kejadian bisa-bisanya gw pulang dan bobok cepet. Kalau itu nggak gw lakukan besar kemungkinan gw jadi saksi kejadian terebut. Amit-amit ya Robbi!!!

The Latino
Gw nggak tahu pasti akan yang satu ini. Ini terjadi ketika gw sudah pulang. Cuma denger selentingan mahasiswa asal Amerika Latin bunuh diri. Ditemukan beberapa waktu seteah peristiwa terjadi, ya udah mulai bau lah. Entah gimana cara bunuh dirinya da entah alasan apa. Tapi suspek pertama selalu stress akademis.


Wageningen itu emang cuma desa seiprit, dengan sebagian besar pendudukya merupakan mahasiswa. Just a perfect place to study with a nice and positive vibe. Tapi yaaaaaa.....every city has its dark strory. Begitupun dengan Wageningen. 


-cchocomint-